Bentuk Intermiten Ini Mungkin Membantu Lebih Dari Sekadar Menurunkan Berat Badan

Puasa intermiten dan makan dengan batasan waktu telah menjadi praktik populer dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun praktik ini sering kali muncul dalam konteks penurunan berat badan, bukti ilmiah menunjukkan bahwa praktik ini juga menawarkan manfaat kesehatan yang lebih holistik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa hal ini bahkan dapat menurunkan risiko keseluruhan penyakit seperti diabetes tipe 2 dan stroke.

Makalah baru diterbitkan hari ini di jurnal Sejarah Penyakit Dalam menemukan bahwa mereka yang makan pada jam-jam tertentu mendapat manfaat lebih besar dibandingkan mereka yang menerima konseling untuk mengikuti gaya hidup sehat dan diberi nasihat nutrisi seperti mengikuti diet Mediterania.

Para penulis menganalisis data dari 108 orang dewasa dengan sindrom metabolik yang menyelesaikan uji coba selama tiga bulan. Sindrom metabolik adalah suatu kondisi umum yang ditandai dengan adanya setidaknya tiga faktor risiko seperti tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, dan pinggang yang besar. Bersama-sama, faktor-faktor ini meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit jantung koroner, diabetes tipe 2, dan stroke.

Para peserta secara acak ditunjuk untuk menerima konseling nutrisi standar saja atau konseling standar selain intervensi makan yang dibatasi waktu 8 hingga 10 jam selama tiga bulan. Peserta terakhir ditugaskan untuk mengurangi jendela waktu makan mereka setidaknya 4 jam. Para peneliti mencatat berat badan, pengendalian gula darah, dan penanda kesehatan metabolisme lainnya sebelum dan sesudah percobaan.

Tim menemukan bahwa dibandingkan dengan konseling nutrisi standar saja, pembatasan waktu makan lebih meningkatkan regulasi gula darah. Secara khusus, mereka melihat metrik darah yang dikenal sebagai kadar HbA1c. Tes darah ini menunjukkan rata-rata gula darah seseorang selama 2 hingga 3 bulan. Kelompok yang menerima konseling nutrisi saja mengalami penurunan rata-rata kadar HbA1c dari 5,86 persen menjadi 5,84 persen, sedangkan kelompok yang melakukan pembatasan waktu makan menurunkan kadar HbA1c dari 5,87 persen menjadi 5,75 persen. Perbedaannya mungkin kecil, namun kelompok makan dengan batasan waktu juga menunjukkan peningkatan lain dibandingkan kelompok lainnya: Mereka kehilangan lebih banyak lemak tubuh tanpa kehilangan massa tubuh tanpa lemak, dan mengurangi berat badan.

Namun, para peneliti menyadari beberapa keterbatasan dari penelitian ini. Peserta melaporkan kebiasaan makan mereka, dan laporan diri tidak selalu dapat diandalkan. Selain itu, ini adalah penelitian kecil yang meneliti berbagai faktor, seperti pola makan dan olahraga, juga memengaruhi gula darah.

Ketika para peneliti terus mempelajari lebih lanjut tentang batasan waktu makan dan bentuk puasa intermiten lainnya, kita akan lebih memahami implikasinya terhadap kesehatan dan penyakit.